“Bola Liar” Liga 3 Sulsel

Liga 3 Zona Sulsel telah usai, Gasma Enrekang keluar sebagai juara dan juga berpredikat sebagai tim yang tak pernah terkalahkan, The Invincible Gasma. Gasma lolos mulus sedari putaran pertama, kedua, hingga juara di putaran ketiga. Lawan tangguh ditumbangkan di kandang angker mirip Anfield.

Di putaran ketiga zona Sulsel, Gasta Takalar yang dilatih Legenda sekaliber Syamsul Chaeruddin tak mampu berkutik di depan Gasma dan lawan lainnya. Padahal, jika merunut berdasarkan pengalaman, tentu Syamsul punya banyak pengalaman atas beberapa coach yang pernah melatihnya di Liga pun di Timnas Indonesia. Ivan Kolev, Peter White, Benny Dollo, Robert Rene Albert dan sederet coach berlabel nasional bahkan internasional lainnya pernah berbagi ilmu dengan Syamsul.

Di sisa pertandingan, coach Syamsul Chaeruddin malah diganjar kartu merah oleh wasit, asistennya pun juga dapat, buah dari protes keras yang dilancarkannya.

Apakah ada yang salah dari protes seorang Syamsul Chaeruddin? Apakah orang sekelas Syamsul yang malang melintang di persepakbolaan nasional hingga internasional tidak mengerti sepakbola? atau jangan-jangan memang ada yang salah dari pertandingan atau perangkat pertandingan di gelaran Liga 3 Sulsel ini? Sebaiknya, menjawabnya jangan menggunakan satu sudut pandang saja, dan jangan pula menjawabnya dengan sudut pandang yang amat politis. Semestinya menjawabnya dengan realistis. Meminta Syamsul menjawab dengan jujur adalah yang paling realistis.

Mungkin saya adalah orang yang pertama kali bergembira, ketika nama Gasma Enrekang tercatat untuk mengikuti Liga 3 di tahun 2019 lalu. Namun, seribu sayang, Gasma batal ikut. Saya mendengar karena alasan finansial dan tidak berbekal tim yang ideal. Seketika kegembiraan saya runtuh, Gasma tidak ikut saat itu.

Tahun 2021 adalah jawaban atas kekecewaan itu. Saya menjadi amat antusias, euforia bak melihat Arsenal atau Barcelona akan berlaga. Tersiar kabar Enrekang akan menjadi tuan rumah gelaran Liga 3, Zona Sulsel group E. Melihat Gasma kembali akan bertanding membuat gairah sepakbola saya seketika memuncak.

Antusiasme membawa saya merasa berkewajiban mendukung tim kesayangan masyarakat Maspul. Sebuah klub yang namanya masih beraroma Tim Perserikatan di tempo tahun 90-an. Antusiasme itu menggelora, membuat saya merasa musti menyaksikan langsung Gasma bertanding. Antusiasme mendukung Gasma itu membangkitkan nostalgia bahwa Gasma tahun ini seharusnya seperti ketika Gasma berhasil membajak Habibie Cup di tahun 2010.

Di pertandingan putaran pertama, menyaksikan dan menonton langsung Gasma dari tribun adalah sebuah kewajiban. Saya merasa berdosa jika tidak menunaikannya. Gasma berhasil menumbangkan Luwu dan memenangkan pertandingan, tapi Gasma tidak berhasil memenangkan hati beberapa penonton, termasuk saya. Penyebabnya adalah pengadil pertandingan seolah tak adil di mata beberapa penonton dan juga dari kaca mata pribadi.

Tapi saya mengabaikan ketidakpuasan itu, dan beranggapan mungkin karakter dan tipikal pengadil itu berbeda. Ada yang tegas, ada yang pemarah, ada yang penyabar, ada juga yang kontroversial tapi tentu pengadil tahu bahwa rules of the game di sepakbola musti berada di luar kepalanya. Saya memutuskan untuk menonton sekali lagi pertandingan Gasma di matchday kedua, berharap kepemimpinan pengadil dapat diterima. Namun sayang, pengadil membuat kecewa, dan saya memantapkan hati untuk tidak menonton pertandingan selanjutnya.

Ternyata, kekecewaan itu membawa saya tidak menonton hingga putaran ketiga. Dan benar saja kata orang, pengadil seringkali mengerjai tim. Beberapa official tim, pemain, hingga masyarakat sendiri yang mengeluhkannya. Putaran pertama berujung dengan kekecewaan berapa tim, tapi tidak dengan Gasma karena berhasil menjadi juara grup.

Dan yang paling kecewa atas kepemimpinan wasit di putaran kedua mungkin adalah klub PS Bank Sulselbar yang membawa oleh-oleh “gol hantu” kata orang. Dalam tayangan video amatir dan pengakuan beberapa penonton bahwa tendangan bebas yang menuju ke gawang PS Bank Sulselbar ditepis kiper diluar garis gawang, namun wasit berkeputusan lain, itu dianggap melewati garis gawang dan dianggap sah. PS Bank Sulselbar yang disokong finansial mumpuni gagal lolos ke putaran ketiga.

Kepemimpinan sang “wakil tuhan” di lapangan hijau selalu kontroversial hingga putaran ketiga. Sebagian besar tim selalu merasa dirugikan dengan keputusannya.

Puncaknya ketika PS Nene Mallomo Sidrap yang amarahnya tidak bisa lagi tertahankan. PS Nene Mallomo tak bisa lagi sabar atas kepemimpinan sang pengadil di atas lapangan. Sudah beberapa pertandingan mereka merasa dikerjai. Pertandingan melawan Gasma Enrekang kala itu berakhir ricuh, Wasit berujung dirawat di rumah sakit, dan beberapa pemain PS Nene Mallomo diamankan di kepolisian. Gasma mengamankan satu tempat di putaran selanjutnya atas kemenangan WO melawan Sidrap, menyisakan satu pertandingan untuk menjadi juara grup.

Arus bola di Liga nampaknya deras dan keras. Beberapa tim tak mampu mematahkan arus itu. Bulukumba yang disponsori RMS hanya mampu menjadi juru kunci, Gasta Takalar yang dilatih Syamsul tidak bisa berbicara banyak, PS Nene Mallomo yang terkenal dengan permainan kolektifnya berujung jeruji beberapa pemainnya, hanya Masolo United Pinrang yang beruntung bertengger di posisi ketiga sebab Asprov PSSI Sulsel kabarnya akan meminta jatah ketiga untuk lolos ke gelaran Nasional. Hanya Alesha FC yang dilatih eks PSM Faturrahman dan asistennya Syamsidar adem ayem, ia bertengger di posisi kedua dan berhak atas tiket ke gelaran Liga 3 Nasional mewakili Sulsel bersama Gasma.

Ujung dari gelaran Liga 3 ini adalah “bola liar” yang mengarah ke PS Nene Mallomo Sidrap. Insiden atas wasit membuat pemain mereka musti berurusan dengan kepolisian, bahkan bisa saja berujung larangan bermain di dunia sepakbola. “Bola Liar” itu tak mampu dikontrol dengan baik oleh PS Nene Mallomo. Padahal sebelumnya “bola liar” juga didapatkan tim lainnya, Bola Liar yang sulit dikontrol.

Wasit pun diperbincangkan di media nasional akibat penganiayaan yang katanya menimpa dirinya.

Tapi, apakah api tersulut dengan sendirinya?

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *